Minggu, 01 November 2009

Mimpi langit

Jarum Jam dinding kamar berdetak keras di ujung malam,pukul 03:40 wib.Keringat mengucur deras basahi sekujur tubuh lemas,butiran-butiran dingin penuhi wajah layu,nafasku masih saja tersengal-sengal sesak,dan aku belum bisa berdiri dari posisi tidur sejak sepuluh menit yang lalu.Perlahan saya membuka kedua mata kembali,mata sayuku menelisik seluruh sudut kamar untuk memastikan bahwa tidak lagi dalam alam mimpi.Semerbak harum wangi bunga melati tiba-tiba memenuhi ruang kamar sempitku,disusul desiran lembut angin mengibaskan tirai jendela,serentak merinding sekujur tubuh ini.Anehnya,saya tidak merasakan ketakutan dalam situasi ini.Ada perasaan bangga dalam hati,hujaman ilham terpatri begitu kuat didada.
*****
“Wahai pemuda yang waktu dan tenaganya tercurah untuk ilmu,ketahuilah bahwa aku adalah Kyai Syukron pendiri pesantren ini.Aku meridhoi ilmumu dan sekarang aku membebaskanmu dari riadhoh yang sudah kamu tempuh selama empat puluh hari”.Jelas terdengar dawuh orang sepuh berbaju hijau dengan songkok hitam berkalung sorban warna putih khas kyai tanah jawa.Entah dari mana orang sepuh itu datang.Tiba-tiba sesaat setelah saya merasakan hembusan angin yang sangat keras sekuat badai,serasa sekujur tubuh ini dihantam berpuluh-puluh palu dari segala arah.Belum lagi saya mampu menguasai diri,seekor harimau Sumatra sebesar kerbau menerkam dari arah depan,tepat diatas kepala.Seketika timbul reflekku untuk menghindar,ngeri sekali merasakan peristiwa ini.Belum satu jengkal saya menggeser posisi duduk,tujuh buah keris luk pitu menghujam dari tiga arah berbeda.
”saya pasti mati!!”.Pekikku ngeri.Namun kesadaranku timbul dalam rasa takut,cepat saya menutup mata,menengadahkan kedua tangan rapat menutup wajah kuat-kuat.Dan hal itu benar-benar terjadi setelah saya membaca satu ayat dari surah al-baqoroh.Palu,harimau,angin badai,dan tujuh keris luk pitu itu pudar dan kemudian menyatu menjadi gumpalan putih.Saya merasa lega dengan kejadian ini.
“wwuuusss,..jleegg!!”.
“akkkhhh….!!”.Jeritku keras,gumpalan itu kini mendorong perutku kuat,sangat kuat serasa seribu paku menusuk usus dan lambungku.Mataku menjadi berkunang-kunang,gemeretak suara gigi beradu kuat dalam rongga mulut letihku,tubuhku terdorong mundur satu depa.
“Akkkhhh….!!!”.Aku hanya bisa menahan rasa sakit.Perlahan dalam waktu lima menit gumpalan itu hilang merasuk dalam pori-pori kedua telapak tanganku,aneh,sangat aneh.Barulah setelah itu sosok kyai syukron muncul menepuk pundakku.
“Ngapunten kyai,menawi panjenengan leres kyai syukron.Kulo nyewun tulung dateng panjenengan”.(Maaf Kyai,kalau tuan memang benar kyai syukron.Saya minta tolong kepada tuan).jawabku pelan dalam kengerian suasana ruangan yang sepertinya tidak pernah terjamah tangan-tangan manusia,suwung.
“opo,le...”.mengundurkan kepala kaget kyai syukron mendapati permintaanku itu.
“Kulo percados menawi jenengan kyai syukron,menawi jenengan saget ngenalaken kulo dateng kyai ma’mun,guru panjenengan”.(Saya akan mempercayai kalau tuan adalah kyai syukron apabila tuan bisa mempertemukan saya dengan kyai ma’mun,guru tuan).Kyai syukron tidak mengira bahwa saya akan mengajukan permohonan itu.Sebentar kemudian kyai syukron tersenyum memperlihatkan gigi-gigi coklatnya.
“Sampean harus naik ke puncak gunung ini,disana ada gubuk dari bambu beratap ilalang dan berdaun pintu kayu randu.Disanalah kyai ma’mun tinggal”.Setelah menyampaikan pesan itu kyai syukron lenyap tertelan kabut merah yang muncul dari bawah telapak kakinya.Dalam hitungan sepersekian detik,saya sudah berada didepan gubuk bambu berdaun pintu kayu randu itu.Sebelum saya mengucapkan salam,sesosok pria sepuh dengan wajah lebar meyembul dari dalam gubuk.Pria itu memakai sorban besar dikepala,melilit luas bak mahkota raja.Tongkat bermahkotakan emas dan intan di tangan kanannya,sedang tangan kirinya menggenggam erat tasbih dari tulang binatang.Rambut jenggotnya sama sekali tidak tumbuh.
“Ana apa nang…?”,(ada apa nak?).sapa kyai ma’mun dalam logat daerahnya,indramayu.
“Apa benar bapak ini kyai ma’mum?”.jawabku bingung.
“Iya,reang ingkang arane kyai ma’mun.Sira wis ora usah nerusna riadhoh,sira wis dianggep lulus.Ilmune sira wis tak ridhani.Sira tak wehi tongkat kien,weruha sira,lamuna kien tongkat dipukulaken wong mangka wong mahu bakalan mati,lamuna dipukulaken marang bumi garing mangka bakal subur,lamuna dipukulaken marang watu mangka bakal muncrat sumber banyu,lamuna digawa penguasa mangka bakal digdaya”.(iya,saya yang bernama kyai ma’mun.Kamu tidak usah meneruskan tirakat itu.Kamu sudah dianggap lulus.Ilmu kamu sudah saya ridhoi.Dan ini,kamu saya beri tongkat.Ketahuilah apabila tongkat ini dipukulkan pada seseorang maka orang itu akan langsung mati,apabila dipukulkan di bumi yang tandus maka akan menjadi subur dan apabila dibawa penguasa maka ia akan digdaya).Jawaban kyai ma’mun seolah menguatkan dawuh kyai syukron beberapa saat yang lalu.
“Kyai,kalo memang panjenengan adalah kyai ma’mun.Tolong perkenalkan saya dengan sunan giri”.Saya langsung saja mengutarakan hasrat.
“Heemmm,…Mengkonon tah?.iya wis lamuna sira karepe mengkonon”.(begitu?.baiklah kalau itu kehendakmu).
Sekejap dalam tiga kedipan mata,mengarungi lautan luas selat jawa,saya sudah berada di puncak gunung giri,berdiri mematung di depan gerbang pendopo agung penuh ornament jawa dan cina.Masjid giri masih kokoh berdiri,tegak dengan kemegahannya,anak tangga gunung giri terlihat rapi dibawah terangnya sinar bulan.Sesosok pria berjubah putih dengan sebilah keris terselip dipinggang,bersorban menjuntai panjang di tanah,dan beberapa pria berpakaian prajurit berjalan mengawalnya,wajahnya tampak kurang ceria serasa ada beban menumpuk berat dipundaknya.Tiba-tiba sunan giri mencabut keris dan menunjuk tajam kearah saya.
“Ilmu ingkang sampean padosi sampun cekap ngger…lereno songko riadhoh iku.Saiki sampean tak paringi keris ingkang saget ngowahaken ati poro kawulo setri.Pinten mawon ingkang sampean karepaken mongko bakal keturutan”.(Ilmu yang kamu cari sudah cukup nak,..berhentilah dari tirakat itu.Sekarang kamu saya beri sebilah keris yang mampu merubah hati para wanita menjadi cinta mabuk kepayang kepadamu.Berapapun yang kamu inginkan pasti akan tercapai).Dawuh sunan giri.Dan sebelum saya sempat mengatakan hasrat untuk berjumpa sahabat nabi,tiba-tiba sunan giri menghardik keras kepadaku.
“opo sampean tasih ragu dateng kewalianku?.Gusti Alloh wis maringi aku kekuasaan wali,dadi sampean kudu manut titahku”.(Apa kamu masih meragukan kewalianku?,Aloh sudah memberikan saya kekuasaan wali,maka kamu harus patuh perintahku).
“Kanjeng sunan giri,kulo yaqin dateng kewalianepun sunan meniko.Ananging menawi jenengan leres sunan giri,kulo nyewun dipun kenalaken dateng sahabat abu bakar assidiq”.(Kanjeng sunan Giri,saya yaqin dengan kewalian sunan,tetapi apabila tuan memang sunan Giri maka pertemukanlah saya dengan sahabat abu bakr sidiq).Kilahku tanpa mengurangi rasa hormat.
“yo wis lek ngono,ayok tak terno sampean…”.(ya sudah kalo begitu,mari saya antarkan).Belum lagi saya menjawab,tubuh ini sudah melayang tinggi dalam dekapan sunan giri.Melaju cepat menembus awan-awan gelap.Barisan burung-burung hitam menghindar seakan mempersilahkan kami,hamparan laut luas di bawah terangnya sinar bintang-bintang diam tanpa ombak seolah takut bersuara.
“Brug….”.Hentakan kaki kami membentur lantai marmer.
Dihadapan kami,seorang pria berjubah hitam dari bahan woll,memakai imamah warna merah dan memegang tongkat warna hitam kelam berkepala lonceng terpekur khusu’ dalam ibadahnya.Ruku’ dan sujud yang lama dari sosok pria itu membuatku takjub.Siapakah gerangan pria itu?.apakah dia sahabat abu bakar?.Belum lagi saya menanyakan hal itu,sosok pria itu menjawab tanpa memalingkan wajahnya dari arah barat.
“Ana abu bakar assiddiq,sohabah rosululloh Muhammad”.(saya abu bakr assidiq sahabat Rosululloh).
“Ya sayyid aba bakr,law kunta soodiqon,uridu an alqiya rosulallah Muhammad solallohu’alihi wa sallam”.(wahai tuan,jika benar tuan adalah abu bakr sidiq,maka pertemukanlah saya dengan rosululloh).Tanpa ragu saya mengutarakan maksud.Kerinduanku akan sosok rosululloh telah menutup segala hasrat di hati.
“toyyib,..”.(baiklah).jawab sosok pria kekar berjubah hitam itu sembari memutar tubuhnya menghadap kearahku.
“Dwaarr!!”.Tiba-tiba suara dentuman keras petir menghantam lantai marmer tempat berpijakku.Seketika sosok-sosok disekelilingku lenyap tanpa meninggalkan bekas,hilang.kemudian terdengar suara pelan penuh wibawa dari lorong langit yang terbelah berbarengan dengan turunnya sosok pria menawan berdiri teduh di depan mataku,kurang dari satu meter.
“ya ibnaSyuhada,..i’lam annahum ghoiruhabibillah,hum syayaathiin….”.(wahai ibnu syuhada,ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka bukan kekasih Alloh,mereka adalah syetan).
Saya tercengang dengan apa yang baru saja terucap dari lorong langit itu,sontak saya memperhatikan benda-benda dalam genggaman.Tongkat pemberian kyai ma’mun berubah menjadi akar kering pohon beringin,keris hadiah sunan giri berubah menjadi besi berkarat dengan kepala berbentuk bintang,dan hal yang teramat mengagetkan adalah bahwa saya berdiri diatas tumpukan kertas bertuliskan arab.
“Astaghfirulloh….”.cepat saya meloncat turun dari tumpukan kertas itu.
“ya ibna syuhada,..ketahuilah bahwa wali-wali Alloh tidak pernah mengajarkan kemungkaran dan bahwa Rosululloh itu berbadan sedang,berkulit antara putih dan coklat,berhidung sangat indah,berambut menyentuh daun telinga,berjenggot luas dan tebal,bermata tajam,mulut beliau lebar,gigi-gigi beliau renggang serta gigi depan beliau bening,badan beliau memancarkan cahaya laksana rembulan”.
“Man antum..?”(siapa tuan).
“Umarubnulkhottob”.
“subhaanalloh…subhaanalloh…subhaanalloh…”.Saya terhentak bangun dari tidur tanpa bisa menggerakan tubuh untuk beberapa saat sebelum akhirnya suara adzan shubuh melemaskan sendi dan urat tubuhku.(*#).
Oktober 2009 M.