Minggu, 03 Juni 2012

Aku orang islam

oleh Fakhrur Rozi Sabtu dipertengahan bulan juni,cerah dengan sinar matahari yang mulai terasa terik.Musim kemarau dan penghujan tidak lagi mudah diprediksi.Alam kota malang pun sudah seperti kota-kota besar lainnya di jawa timur,panas walaupun tidak separah surabaya dan wilayah pantai utara.Pukul sepuluh kami berangkat dari masjid kampus,rombongan kecil terdiri dari 4 mahasiswa dan seorang sopir.Rihlah menuju daerah malang selatan,ke peniwen kromengan.Daerah berbasis non muslim.Mobil panther lawas dengan indoor yang tak lagi apik meluncur dengan kecepatan sedang,pak sopir sepertinya mengantuk,sangat mengantuk dan menawarkan kepada kami para penumpang untuk menggantikannya,cara mengeremnya tidak lagi stabil,berkali-kali terseok ke kanan dan ke kiri saat di jalan sepi.Aku mulai khawatir,semoga selamat sampai tujuan. “Alhamdulillah sampai ditempat tujuan”,gumamku saat melihat ada tapal batas desa kromengan. “Kita mampir dulu ketempat abah rojak”.Ujar pak sopir yang tak lain adalah ketua rombongan,beliau dosen bahasa arab diprogram intensif kampus cabang universtas su’ud saudi arabia yang bekerja sama dengan kampus swasta di kota malang,bisa dikatakan kami adalah mahasiswa walaupun tidak pernah punya NIM,malas mengajukannya,toh buat apa kalau sudah punya,menurutku begitu. “Monggo,monggo,..ayok masuk”.Tuan rumah mempersilahkan kami masuk ke ruang tamu rumahnya yang luas,ada banyak tumpukan pupuk dan pakan ayam di toko depan rumahnya,ada juga ayam jago di pelataran rumah.Beliau juragan pupuk pakan ayam. “itu ada yang ditawar 200 ribu,250 ribu juga ada”.jawabnya saat aku bertanya tentang ayam-ayam ahli seni petarung itu. Abah Rojak sangat grapyak,untuk orang seusia beliau itu sangat terkesan luar biasa.Rambutnya sudah banyak yang memutih,kulitnyapun sudah kriput,hanya saja gigi beliau masih utuh,mungkin sebagian ada yang gigi palsu. “Monggo,di minum tehnya,seadanya saja ya,..”.Abah rojak mempersilahkan kami untuk kesekian kalinya.Minuman manis,aku langsung saja minum,lumayan untuk mengisi perut yang memang lapar. “Mungkin Cuma saya yang merokok,hehehe,..maklumlah,saya ini dulu Nurut Umum alais NU,jadi sulit untuk menghilangkan rokok walaupun saya sudah 15 tahun terakhir jadi warga ormas lain.Lha yang ngajarin saya merokok malah abah yai waktu dipesantren salaf kok.Kyainya dulu kalau ngesahi kitab ya sambil rokoan yang dikasih bubuk kopi basah.Mati di nyalakan lagi,mati lagi,dinyalakan lagi.Sedari muda saya memang perokok dan susah sekali menghilangkan kebiasaan rokok itu”.Batang kedua abah rojak menyalakan gulungan putih merk Djarum. “Lhoh,jangan berhenti merokok bah”.Timpal mbah syawali spontan.Bathinku mulai terasa sesak,rasanya ingin mendebat saja.Bukan rokok yang jadi masalah.Ingin saya tanyakan pada abah rojak,dimana sampean mondok,mugkin kita sama-sama alumni pondok lirboyo,langitan,kaliwungu atau bahrul mahfiroh.Pesantren NU yang ilmunya masih sampean pakai sampai hari ini disaat sampean sudah jadi mantan ketua ormas.Tolong jangan mencibir tradisi NU,mereka juga punya hujjah. “Kemaren lusa,saudara saya stress dan harus ke rumah sakit sebab semangatnya yang berlebihan ingin berhenti merokok.Dia stress sebab langsung berhenti total dari rokok,Kejadian serupa juga terjadi di sulawesi.Pelan-pelan kalau mau berhenti merokok ya bah..”.Sambung mbah syawali gamblang.Seperti mendapat angin segar,atau tertimpa bongkahan es kutub utara.Abah rojak terkekeh bungah.Mendapatkan bolo untuk kecanduan rokoknya yang difatwa haram oleh dewan fatwa nasioanal. “Masjid disini juga masih puji-pujian setelah adzan shubuh,katanya ahli sunnah wal jama’ah.Mana?,wong mustinya sehabis adzan itu sholat qobliyyah,eh,lha kok malah langsung duduk terus nyanyi-nyanyi di masjid,bid’ah iku!!”.Aku mulai merasakan keringan dingin keluar dari leher dan punggungku,aku hanya bisa manggut-manggut merasa risih dengan pembicaraan topik seperti ini.Sudah bukan zamannya membahas khilafiyyah.Ketiga temanku punya sedikit pebedaan latar belakang keagamaan denganku dan jelasnya mereka lebih banyak berinteraksi dengan pengikut faham madzhab imam hanbal sedang aku jebolan pesantren nahdiyyin.Tapi aku merasa dan memang begitulah kenyataannya.Warga Nurut Umum yang bergeser haluan mejadi warga ormas lain kebanyakan faham ke NU annya sangat lemah,anehnya,mereka rata-rata jadi pengurus ormas tersebut. “Abah rojak,kami mohon pamit.Mau langsung ke peniwen ketemu dengan ustadz kholiq yang mengasuh yayasan yatim piatu disana”.Pak imam minta pamit melanjutkan perjalanan setelah sebelumnya melirik jam tangan tuanya.Pukul 2 siang dan beliau harus bergegas kembali ke malang sebab kami memakai mobil pinjaman. “Maaf tidak bisa menjamu,orang-orang dirumah lagi pada keluar semua”.Abah rojaq mengantarkan kami sampai ke jalan raya dan kami pun kembali meneruskan perjalanan ke peniwen. Udara kromengan masih sangat fresh,tidak ada asap mengepul,kalaupun ada kendaraan itu masih bisa dihitung dengan jari tangan.Alam lembah persawahan terasa sejuk,tidak seperti sawah-sawah didaerah lapang,panas dan gersang saat kemarau.Persawahan kromengan tetap basah walau setelah musim panen.Kromengan bebas polusi. 15 menit dari pusat kota kecamatan kromengan,kami memasuki kampung berjalan terjal,tidak ada aspal sama sekali dan untungnya tidak sedang musim hujan. “Ada kiriman santri,ada kiriman,...”.Samar-samar terdengar celotehan orang-orang di pintu kampung peniwen yang berbukit.Mata mereka memandang seperti hendak menerkam mangsa.Seperti bertemu musuh bebuyutan saja.Anjing-anjing menggonggong menyambut tamu tak dikenal.Aku merasa sedikit takut. “Orang disini 100 prosen non muslim akh,jadi mereka selalu risih jika ada pengunjung yang berpenampilan ustadz”.Salah satu teman yang sudah pernah kesini menjelaskan pada kami,para penda’i anyar. Sebelum kami,setiap hari sabtu dan minggu para da’i dari salah satu kampus swasta malang dan da’i binaan yayasan muhajirin rutin berkunjung ke wilayah sekitar kromengan.Kami bukan orang pertama,tapi menurut teman-teman pendakwah.Sikap penduduk desa peniwen tetap seperti itu sejak dulu.Antipati dengan islam. Lahannya luas,berpagar tembok keliling setinggi 3 meter,bagian depan berpagar besi cat hijau muda kombinasi ungu dan merah.Ceria sekali warna di bangunan ini,sebuah bangunan masjid sederhana,aula ukuran 15x6 meter persegi,bangunan dua lantai terdiri dari beberapa kamar,dan kandang kambing di sebelah timur asrama.Plang warna putih didekat pintu bangunan tertera tulisan berbahasa arab,MUASASAH DAARULAEETAM ARROHMAH. “Silahkan,silahkan,sudah ditunggu dari tadi sama pengasuh”.Sapa seorang pria muda yang ternyata pengurus yayasan. “Ngapunten,tadi kami mampir kerumah abah Rojak.Jadi ndak bisa langsung kesini”. “Lho,sampean sudah kenal abah Rozaq,beliau pembina yayasan sini,alhamdulillah”.jawab seorang pria paruh baya dari ruang tengah.Beliau Pengasuh yayasan yatim piatu ar-rohmah,sekaligus wakil ketua yayasan muhajirin malang.Pak kholiq. Pisang goreng,semangka,dan beberapa jajanan pasar sudah tersedia di meja ruang tamu.Segelas kopi benar-benar melegakan hatiku sebab kepalaku pusing kalo tidak nyruput seduhan air kental hitam itu.Lapar perutku tidak mungkin dibohongi,3 potong pisang goreng dan 2 jajan berbungkus daun pisang aku lahap tanpa sungkan,ndableg wareg,basa-basi gak ke isi. “Dakwah di daerah non islam nyawa taruhannya.Disini tidak cukup pandai ndalil,tidak cukup hanya diplomasi,tapi harus kuat mental,kuat okol dan yang pasti berani mati”. “Subhaanalloh,subhaanalloh...”.Gumam teman-teman.Hanya pak imam yang terlihat tidak menyimak kata-kata lantang pak kholiq.Beliau sangat kelelahan,mangantuk dan hampir saja badannya terjengkal kearah meja.Untungnya refleknya sigap dan kembali duduk sempurna,kemudian hanya tersenyum menyadari dirinya jadi pusat pandangan orang-orang.Cuek,dan kembali memejamkan mata,tidur sambil duduk. “Pak imam itu sering kesini,jadi sudah bosan dengan cerita saya,hehehehe..”.Sergah pak kholiq di sahut riak tawa kecil kami. Pak kholiq banyak bercerita tentang perjuangan beliau di wilayah malang selatan ini.Sebagai orang islam,saya merasa bangga ada muslim-muslim seperti beliau.Berjuang mempertahankan islam di perbatasan.Berawal dari kegiatan kuliah kerja nyata saat masih menjadi mahasiwa STAIN malang pada tahun 1989 M.Semangat perjuangannya benar-benar membuncah saat mengetahui betapa umat islam menjadi korban-korban program pemurtadan.Tawaran menjadi assisten dosen di STAIN beliau tolak,lebih memilih berjuang di medan perbatasan.Membentengi umat islam dari gempuran pemurtadan yang sangat gencar.Aku kira semua cerita pemurtadan Itu hanya berita isapan jempol belaka yang tidak harus dipikirkan.Aku keliru,tersentak,tersadar betapa kita umat islam sedang dan selalu di rongrong olah mereka.Darah jihadku bergelora,membanyangkan langsung berperang dengan kuffar. “indonesia adalah wilayah da’wah,bukan daerah peperangan.Jadi,kita harus membentengi umat islam dan melawan kuffar itu dengan cara-cara yang santun,kecuali beberapa kasus”.Pak kholiq sepertinya mengerti apa yang sedang kami pikirkan.Pengalaman beliau yang puluhan tahun di medan depan menjadi referensi. Tidak ada yang bertanya saat pak kholiq berkisah tentang perjuangannya.Kami kagum. “Saya pernah menghancurkan tempat ibadah mereka,pernah membatalkan acara pergantian malam tahun baru dirumah ibadah mereka yang mengundang ratusan umat islam,membatalkan acara sembako murah yang digelar oleh kuffar di balai desa,saya juga pernah langsung berhadapan dengan tokoh-tokoh mereka.Apa yang jadi dalil saya?!”. Tidak ada yang menjawab,kami masih terus menyimak cerita beliau. “Dalil saya Cuma pokoknya.Pokoknya rumah ibadah mereka harus tutup sebab menyalahi aturan pendirian yang ditentukan pemerintah,pokoknya acara malam pergantian tahun baru harus batal sebab mengundang ratusan muslimin,pokoknya acara bagi-bagi sembako murah harus diurungkan sebab kenapa diselenggarakan di balai desa.Kantor ini milik desa dan jika mereka ingin bagi sembako murah,lakukan di tepat ibadah mereka,pokoknya saja!.Tetapi saya juga bertanggung jawab pada beberap kejadian pembatalan bagi-bagi sembako.Saya harus memberi ganti pada kaum muslimin yang sudah mendapatkan kupon sembako.Dan subhaanalloh,Alloh musta’an.Alloh pasti akan memberi pertolongan pada hambanya yang menolong agama islam”.Pak kholiq begitu semangat dan itu berhasil menggugah sisi lain keislaman kami yang selama ini tidur nyenyak dalam belaian damai perkotaan,sikap cuek orang perumahan,dan watak individualis kaum sarungan.Jiwa jihad membela agama Alloh.Allohuakbar. “Bagaiman jenengan bisa membangun panti di desa yang tak satu pun penduduknya muslim?”.Tanyaku pada pak kholiq.Beliau tersenyum.itu bukan senyum orang islam garis keras,bukan pula senyum militan alumni afganistan,itu senyum seperti senyum ustadz-ustadz yang mengajarkan padaku kitab jurumiyyah,amrithi,alfiyyah dan kitab mafaath fil fiqh.Senyum kaum sarungan. “Hhhmm,ceritanya panjang,sangat melelahkan dan pembangunan panti ini benar-benar nyawa pertaruhannya”.Tutur pak kholiq sembari menyandarkan punggung ke kursi sofa model 90-an. Menurut pak kholiq,dahulu ada 7 orang muslim dikampung ini.Mereka islam,hanya saja ber KTP non muslim,bentuk kedholiman non islam pada minoritas.Kenapa selalu begitu,orang non islam damai di mayoritas muslim tapi tidak sebalikya.Ketakutan untuk menampakkan keislaman mereka sangatlah beralasan,demi keamanan.Merekapun bertemu dengan pak kholiq yang kemudian dengan gigih memperjuangkan pemutihan KTP mereka,merubah agama yang tertera di KTP menjadi ISLAM.Ini bukan hal muda,urusannya bahkan sampai ke bupati dan kodim dikota malang.Subhaanalloh,negeri ini benar-benar aneh.Merekalah yang mewakafkan tanah dan kemudiab pak kholiq membangun panti ini.Semua itu hanyalah trik untuk bisa membangun tempat ibadah.Sebab untuk membangun masjid jelas tidak bisa.Bupati saja tidak berani memberi IMB pembangunan masjid di peniwen.sedang pembangunan panti yatim piatu tetap diizinkan.Masjid adalah kelengkapan sebuah panti,walhasil,terbangunlah masjid di basic non mulim. “Kenapa muslimin tidak bisa mendapatkan haqnya ustadz?”.Mas hakim yang sedari tadi diam tiba-tiba menjadi sangat antusias menyimak cerita pak kholiq. “Seluruh perangkat desa disini non muslim,kantor balai desa pun gandeng dengan tempat ibadah mereka”.Pak kholiq meluruskan posisi kakinya,beliau selonjorkan di bawah meja kaca. Beliau pun kembali berkisah tentang peraturan-peraturan desa yang tidak logis.Siapapun yang ingin tinggal di kampung ini harus menulis agamanya dengan agama para pejabat desa.Siapa saja warga kampung ini yang menikah dengan pemeluk agama lain maka harus keluar dari kampung ini.Warga peniwen merupakan penganut agama yang taat dan ahli ibadah.Keteguhan mereka dalam beragama telah melahirkan undang-undang kampung yang tidak mungkin dirubah,kecuali atas izin Alloh. “Monggo,monggo,..diminum kopinya.Pisang gorengnya dihabiskan,monggo,..monggo,..tidak usah sungkan-sungkan,anggap rumah sendiri”.Beliau kembali mempersilahkan kami,untuk yang kesekian kalinya,padahal kopiku sudah habis sedari tadi. Daerah kromengan dan sekitarnya dahulunya adalah basic pertahanan tentara belanda,selain menjarah kekayaan indonesia,mereka juga menyebarkan agama.Bahkan undang-undang negara,model pendidikan dan system negara indonesiapun mengikuti model belanda sampai hari ini. “Kenapa seluruh pengajar sekolah disini non islam,bukankah PNS itu tugas penempatan?”.Aku bertanya saat pak kholiq berkisah bahwa seluruh penghuni panti bersekolah di luar kampung.Alasannya jelas,penghuni panti adalah anak anak islam dan akan menjadi bencana besar bila disekolahkan di tempat pengkaderan non muslim. “Kampung ini memang tidak besar,hanya da sekitar 7500 jiwa.tetapi daerah ini langsung terhubung dengan orang-orang jakarta”.Jawab pak kholiq tanpa menurunkan nada suaranya. Jam dinding ruang tamu yayasan berdentang,pukul 4 sore,sebentar lagi maghrib dan seperti pengarahan yang kami dapatnka di kampus.Akan ada banyak tempat yang harus dikunjungi. Tepat pukul 5 sore kami diajak pengurus yayasan untuk menuju sebuah kampung di daerah perbatasan malang-blitar.Subhaanalloh,pohon pinus menjulang tinggi sekali,pepohonan begitu asri,tak ada suara selain derum mobil L300 yang kami tumpangi.Jalan mulus,pengaspalan jalan-jalan utama antar kampung bisa dikatakan merata di wilayah malang raya. 40 menit,aku menahan mual di perut sebab goncangan dan liukkan kendaraan.Jalan pegunungan kecamatan kromengan mengingatkanku pada daerah pujon atau ngantang.Perjalanan yang menegangkan. Kampung perbatasan ini gelap,hanya ada beberapa lampu listrik tapi berdaya sangat rendah.Mushola pun remang-remang,ditambah mataku yang harus dibantu kacamata silinder.Suasana hutan pikirku. Kesehajaan oarang desa,unggah ungguh mereka menyadarkan diriku betapa suasana perkotaan telah merubah jati diriku yang dahulunya anak kampung.Senyum ikhlas mereka mengusap halus hatiku,anggukkan kepala penghormatan mereka membuatku malu.Bukankah aku juga anak kampung.Bedanya,aku perantau yang sudah 13 tahun berkelana dan tak jua mau pulang ke kampung halaman. “ini masjid mas,ya beginilah kondisinya.maklum,seadanya di kampung terpencil”.Pengurus yayasan bercerita tentang perjuangan mereka membina warga kampung perbatasan untuk tetap teguh degan islam.Gencarnya program pemurtadan di wilayah malang selatan memang sampai ke pelosok-pelosok kampung yang sangat minim sarana.Allohuakbar,aku merinding sebab darah jihadku kembali membakar ubun-ubun. “Kita sholat maghrib disini dan nanti mohon panjenengan sedikit mengisi kultum setelahnya”. “Mbah syawali saja nanti yang mengisi,beliau yang paling sepuh toh,..”.Timpalku.Diantara 4 mahasiswa,mbah syawali memang yang paling tua,bisa dikata beliau adalah rekor mahasiswa tertua di kampus,74 tahun.Sebagai mantan petugas KUA kota batu,pensiunan beliau sudah cukup untuk biaya hidup sehari-hari.Ditambah usaha susu perah yang dikelola ke 3 anaknya.Beliau keluarga berkecukupan,dahulunya aktif di pengurusan salah satu ormas di pujon,sempat menjabat ketua cabang selama 3 periode. “Belajar itu tidak mengenal usia,kalian harus dan wajib mencari ilmu,sampai kapanpun”.Mbah syawali masih memberikan kultum dengan semangatnya.Suaranya masih jelas,giginya pun masih bagus walau ada beberapa yang lepas.Tubuhnya tidak gemuk dan tidak pula kurus.Selalu berpuasa daud,jawab beliau saat aku bertanya tentang rahasia bugarnya. “Kita langsung ke daerah bukit zion ya,..”.ujar Mas wariji,nama pengurus yayasan yang mengantar kami.Beliau pengurus harian yayaasan ar-rohmah.Angkatan pertama dari panti dan kini sudah berputra satu,laki-laki. Zion,aku merasa aneh dengan nama ini.Umumnya bukit atau gunung di jawa dinamai dengan literatur kejawen,bima,arjuna,tidar,atau gunung semeru.Tapi nama bukit yang barusan disebutkan mas wariji memang terasa janggal,bukit zion. “Lho mas namanya kok aneh,zion?”.Belum lagi terucap kejanggalan itu.seorang teman sudah bertanya pada mas wariji. “iya tadz,dan kami punya sebuah masjid binaan,yang membangun juga kami tapi sekarang sudah tidak terurus sebab kami kurang tenaga tadz,...”. Mas wariji berkisah,beberapa tahun yang lalu dia dan orang-orang dari yayasan da’wah islam muhajirin berkeinginan membangun masjid dibawah bukit zion.Perjuangannya pun luar biasa.Penolakan warga yang notabene muslim benar-benar menjadi kendala.Bagaimana mungkin,orang islam menolak pembangunan masjid.Butuh waktu dua tahun untuk bisa merealisasikan pembangunan itu,dan bentuknya pun bukan masjid tetapi gudang.Ya,membangun gudang. “Pak kholiq yang jadi sutradara dari semua sekenario ini tadz,beliau memang pejuang sejati,banyak akal dan diplomasinya mengagumkan”.Jelas mas wariji tanpa menambah-nambah kisah tentang pak kholiq. Perjalanan malam hari ditengah hutan membuat kami waspada.Mas wariji terlihat tenang dan itu melegakan hati kami.30 menit berselang kami sampai didepan sebuah masjid,sebuah bangunan segi empat dan letak pengimaman yang dipojok ruangan menunjukkan kebenaran cerita mas wariji tentang kisah gudang menjadi masjid. Letak masjid persis di dekat pintu gerbang bukit zion.oleh masyarakat sekitar bukit zion disebut juga bukit do’a.Area seluas lima hektar berpagar tembok tiga meter,benar-benar terisolasi dari dunia luar,ada bangunan berwarna merah,konon sebagai tempat pemujaan. “Ini tempat kaum zionis ustadz,..”.Mata mas wariji memandang kearah bangunan pemukiman yang tampak dari luar pagar.Dahulunya mereka menyaru sebagai umat nasrani sehingga mendapatkan izin negara untuk membangun pemukiman di atas bukit ini.Lambat laun mereka mulai menampakkan identitas yahudinya. “Jadi nama bukin Zion ini berasal dari kata zionis ya mas..”. “iya”.jawab mas muhajir. Perjuangan kaum muslimin untuk mempertahan islam dan umat islam di wilayah perbatasan masih harus diperkuat.Musuh kaum muslimin begitu bersemangat untuk menghancurkan islam,sedang sebagian dari kita umat islam masih acuh atau malah menganggap non muslim sebagai agama yang sama-sama benar.Naudzubillah. Kromengan 12/06/2011 M.

Tidak ada komentar: