Sabtu, 28 Februari 2009

ppbm lampung.

Minggu, 6 April 2008
Wisata Ziarah ke Makam Sunan

BERAGAM acara digelar untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad saw. di setiap daerah di Indonesia. Mulai dari pengajian di masjid, aneka perlombaan, hingga darmawisata ziarah ke makam para pejuang Islam di Indonesia, di antaranya ke makam Wali Songo atau sembilan wali penyebar dan pejuang Islam di Tanah Air.

Kesembilan wali penyebar agama Islam itu adalah Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel atau Raden Rahmat, Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim, Sunan Drajat atau Raden Qasim, Sunan Kudus atau Jaffar Shadiq, Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin, Sunan Kalijaga atau Raden Said, Sunan Muria atau Raden Umar Said, dan Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatulla.

Atau bisa juga ke makam tokoh pendahulu Wali Songo yakni Syekh Jumadil Qubro, Syekh Maulana Akbar, Syekh Quro, Syekh Datuk Kahfi, dan Syekh Khaliqul Idrus yang kesemuanya di Pulau Jawa. Bahkan yang memiliki banyak uang, bisa langsung ke Tanah Suci untuk ziarah ke Makam Rasulullah di Madinah.

Wisata religi itu dilakukan sekitar 48 ulama dan pemimpin pondok pesantren di Lampung yang berziarah ke beberapa makam Wali Songo di Pulau Jawa, Jumat (21-3). Wartawan Lampung Post Mustaan berkesempatan melakukan perjalanan bersama para ulama ke Pondok Pesantren Bahrul Maghfiroh, Kota Malang, Jawa Timur. Namun di sela-sela perjalanan itu, tiga makam sunan dikunjungi yakni Sunan Ampel di Desa Ampel, Surabaya dan Sunan Giri serta Sunan Gresik yang keduanya berlokasi di Kota Gresik, Jawa Timur, selama tiga hari.

Rombongan berangkat dari Stasiun Gambir hari Jumat sore dengan Kereta Api Malam Bima melalui jalur selatan. Sabtu (22-3) pagi sekitar pukul 8.30 di Stasiun Gubeng, rombongan melanjutkan perjalanan ke Masjid Agung Al Akbar Surabaya. Di sana rombongan menyempatkan membersihkan diri dan salat duha, baru melanjutkan perjalanan ke Desa Ampel, Surabaya menuju Makam Sunan Ampel.

Makam Sunan Ampel tersebut berada di pinggiran Kota Surabaya di sekitar Masjid Jamik Desa Ampel. Masuk ke kompleks permakaman Sunan Ampel melalui gang selebar sekitar dua meter, hanya untuk pejalan kaki. Di kiri kanan jalan itu berjejer toko yang menjual aneka ragam makanan, juga peralatan khas Islam seperti songkok, peci, serban atau baju koko. Ada juga penjual yang menawarkan wewangian nonalkohol. "Ayo Pak, Bu, Mas, Mbak minyaknya bisa dipakai salat, tanpa alkohol. Cuma lima ribu sebotol," kata seorang pedagang minyak wangi di jalan itu.

Sebenarnya ada beberapa jalan masuk ke kompleks

Masjid Jamik yang di sekitarnya terdapat Makam Sunan Ampel. Namun hanya jalan pintu masuk utama yang besar yang banyak pedagang menjajakan kepada peziarah.

Sampai di depan Masjid Jamik, peziarah bisa salat di Masjid yang katanya dibuat oleh Sunan Ampel itu.

Rombongan kiai dari Lampung langsung menuju sumur buatan Sunan dan para santrinya dahulu untuk bersuci. Menurut warga sekitar, sumur itu tidak pernah kering walau di musim kemarau panjang sekalipun. Bahkan juga dipercaya dapat membuat orang awet muda jika minum, mandi, atau bersuci dari air di sumur itu. Makanya banyak yang membawa air ini sebagai oleh-oleh.

Kemudian rombongan bersiap ke kompleks permakamanan dan serombongan anak-anak dari warga sekitar menawari kantong plastik untuk tempat sandal sepatu. Kantong plastik itu ditawari seharga Rp500 karena ke kompleks permakaman, peziaran dilarang menggunakan alas kaki.

Dalam kompleks itu ada puluhan makam yang menyebar, tapi ada makam khusus dikelilingi pagar besi dan peziaran dilarang masuk. Menurut penjaga, itu adalah makam Sunan Ampel bersama beberapa santri setianya. Khusus untuk makam mereka, pintu pagarnya dibuka hanya sekali satu tahun menjelang bulan Ramadan buat membersihkannya. Bahkan di dalam kompleks pun peziaran dilarang mengambil foto.

Banyak sekali kelompok peziarah yang mendengungkan zikir dan bacaan Alquran. Bahkan, pengelola makam juga membangun pendopo untuk menaruh kitab Alquran dan tikar.

Ada juga beberapa tempat menaruh kitab Alquran dibuat lebih kecil yang menyebar di sekitar makam-makam di kompleks itu.

Ada juga saluran yang menyediakan air untuk minum para peziarah setelah melaksanakan amalan di kompleks pemakaman itu. Karena air minum yang disediakan berasal dari sumun buatan Sunan Ampel, tak sedikit peziarah yang membawa botol air mineral mengisinya dengan air itu. Padahal di dekat saluran air itu tertulis "Air ini bukan untuk dimasukkan ke dalam botol".

Kemudian rombongan meneruskan ziarah ke Kota Malang. Sembari mempelajari pengelolaan pondok pesantren mandiri ke Pondok Pesantren Bahrul Maghfiroh, juga menyempatkan berziarah ke makam salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Pendiri NU itu adalah K.H. Abdullah Fattah yang juga ayahanda K.H. Lukmanul Karim atau yang akrab disapa Gus Luk pemimpin pondok pesantren itu. Makam terletak di sekitar areal pondok pesantren itu. Usai salat isya, rombongan berziarah dan mengirim doa kepada penghuni makam itu dipimpin Gus Luk.

Sebelum kembali ke Lampung, Minggu (23-3), rombongan juga menyempatkan diri mengunjungi makam Sunan Giri di Desa Sidomukti, Kecamatan Kebomas, Kota Gresik. Makam Sunan Giri terletak di puncak perbukitan di desa tersebut, di mana dahulu menjadi lokasi pondok pesantrennya. Nama sebutan Sunan Giri bagi murid Sunan Ampel ini karena letak pondok pesantrennya, yakni di Giri bahasa Jawa yang artinya adalah Gunung.

Sama seperti suasana di Makam Sunan Ampel, jalan menuju Makam Sunan Giri yang bernama asli Raden Paku atau juga dikenal Raden Ainul Yaqin dipenuhi para pedagang. Untuk mencapai kompleks permakaman, peziarah harus menaiki tangga setinggi sekitar 20 meteran. Namun rasa lelah tidak terasa karena banyak orang yang melakukannya.

Begitu mencapai kompleks permakaman, semerbak wewangian memenuhi tempat itu. Di sana para peziarah juga menyempatkan doa dan membaca amalannya, ada juga yang sekadar melihat-lihat. Sementara di sebelah timur permakaman itu, terdapat pepohonan tua dengan monyet yang bergelantungan di dahannya.

Menurut warga sekitar, monyet tersebut tidak pernah menyerang pengunjung sebab menurut legenda monyet itu telah dilatih Sunan Giri sebagai pembantunya dalam mencari makanan berupa buah-buahan dahulunya. "Kalau kita melempar makanan, monyet itu akan mengambilnya," kata dia.

Setelah berpuas di Makam Sunan Giri, rombongan melanjutkan perjalanan ke makam Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim. Menurut salah satu anggota rombongan, belum lengkap ke Gresik jika belum ziarah ke Makam Maulana Malik Ibrahim, sebagi wali pertama yang membawa ajaran Islam di Pulau Jawa. Makamnya berada di desa Gapura Wetan, Kota Gresik.

Tidak seperti makam wali lainnya, makam Maulana Malik Ibrahim berada di jalan kecamatan yang cukup lebar. Bahkan orang yang berjualan di sekitar makam pun lebih sedikit. Lagipula aktivitas peziarah di kompleks permakaman itu dapat dilihat dari jalan raya. Terlihat lebih banyak pengunjung salat di masjid jamik di dalam lokasi makam, ketimbang aktivitas di makam itu.

Untuk diketahui, Maulana Malik Ibrahim merupakan keturunan ke-11 dari Husain bin Ali juga disebut Syekh Maghribi dan Makdum Ibrahim As-Samarqandy. "Lebih banyak lagi yang datang pada bulan Muharam atau Rajab kalau di sini," kata Sarmin, petugas parkir di kompleks permakaman itu.

Tidak ada komentar: