Sabtu, 28 Februari 2009

Bahrul maghfiroh dan persema.

Tradisi ‘Baru’ Persema Sebelum Laga Gelar Syukuran dan Doa Bersama
Senin, 12 Mei 2008 08:25:52 - oleh : redaksi

Modernisasi merupakan anak kandung dari tradisi. Karena itulah, meski modernisasi sedang merambah banyak sendi kehidupan, tradisi tidak serta merta larut lalu hilang. Pada dunia sepakbola misalnya, bagian mana yang belum terambah arus modernisasi? Mulai dari style pemain hingga strategi permainan, mulai dari sistem pengorganisasian hingga berat bola di lapangan. Performance wasit pun tak luput pula dimodernisasi.
Namun percayalah, gempuran modernisasi itu tidak lantas membuat para insan sepakbola kehilangan tradisi mereka. Entah tradisi yang berbasis nilai dan norma kemasyarakatan, budaya dan sistem sosial, atau tradisi yang berbasis religi. Hanya tingkatan nguri-nguri tradisi ini bukan semata karena aspek pelestarian, tetapi sudah pada tahap pemenuhan peran sosial sertas kepuasan batin dan kemantapan nuraniah.
Tim Arema Malang misalnya, punya tradisi berkunjung serta berbagi dengan anak-anak panti asuhan sebelum menjalani tiap laganya. Musim ini, Persema juga punya, namun dengan gelaran ngumpul bareng untuk syukuran dengan anak-anak kurang beruntung serta berdoa bersama. Kegiatan ini tentu tidak ada maksud agar laga yang dijalani nantinya harus berakhir dengan kemenangan kan?
Ada baiknya menyimak makna-makna dari tradisi ‘baru’ berbasis religi ini dari Gus Lukman Abdullah Fatah, pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Maghfiroh, yang Kamis (8/5) malam lalu memberi wejangan pada skuad Persema. Menurut Gus Lukman, hasil pada suatu pertandingan sepakbola amat tergantung dari faktor teknis, seperti kemampuan pemain, pelatih, serta strategi permainan yang dijalankan.
Namun kadang sepakbola juga dipengaruhi oleh faktor non teknis, yaitu kemantapan hati para pemain menghadapi laga. Seringkali ditemui, banyak pemain yang menyimpan beban berat saat bertanding akibatnya performance di lapangan terganggu dan mempengaruhi penampilan tim. “Setiap ada masalah, berbagilah, baik dengan sesama pemain atau dengan official agar lepas dari beban,” terang Gus Lukman.
Faktor non teknis lainnya adalah doa, baik secara pribadi maupun doa bersama. Fungsi dari lantunan doa-doa ini juga berujung pada kepuasan batin dan kemantapan nuraniah. Secara psikologis, melalui pendekatan spiritual lewat doa ini, pemain bisa memiliki dorongan untuk menampilkan permainan yang apik dan disiplin. Setidaknya ada sandaran yang ingin dicapai dalam melakoni setiap pertandingan.
“Doa apa saja, baik doa kepada Tuhan, maupun doa restu dari orangtua. Ada baiknya memang sebelum bertanding pemain meminta doa restu orangtua. Kalau jaraknya jauh, lewat telepon juga tidak apa-apa,” jelas Gus Lukman.
Akhirnya, sepakbola memang tidak ubahnya sebagai bagian dari kegiatan dalam kehidupan. Untuk menjalaninya perlu ada kombinasi antara usaha dan doa. Usaha dilalui dengan melakukan latihan rutin serta strategi yang efektif. Sementara doa menjadi faktor pelapis bagi setiap pemain untuk menghadirkan psikologi yang sempurna dalam pertandingan. Semoga tradisi ‘baru’ ini menjadi awal yang bagus bagi prestasi Persema.

ppbm lampung.

Minggu, 6 April 2008
Wisata Ziarah ke Makam Sunan

BERAGAM acara digelar untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad saw. di setiap daerah di Indonesia. Mulai dari pengajian di masjid, aneka perlombaan, hingga darmawisata ziarah ke makam para pejuang Islam di Indonesia, di antaranya ke makam Wali Songo atau sembilan wali penyebar dan pejuang Islam di Tanah Air.

Kesembilan wali penyebar agama Islam itu adalah Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel atau Raden Rahmat, Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim, Sunan Drajat atau Raden Qasim, Sunan Kudus atau Jaffar Shadiq, Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin, Sunan Kalijaga atau Raden Said, Sunan Muria atau Raden Umar Said, dan Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatulla.

Atau bisa juga ke makam tokoh pendahulu Wali Songo yakni Syekh Jumadil Qubro, Syekh Maulana Akbar, Syekh Quro, Syekh Datuk Kahfi, dan Syekh Khaliqul Idrus yang kesemuanya di Pulau Jawa. Bahkan yang memiliki banyak uang, bisa langsung ke Tanah Suci untuk ziarah ke Makam Rasulullah di Madinah.

Wisata religi itu dilakukan sekitar 48 ulama dan pemimpin pondok pesantren di Lampung yang berziarah ke beberapa makam Wali Songo di Pulau Jawa, Jumat (21-3). Wartawan Lampung Post Mustaan berkesempatan melakukan perjalanan bersama para ulama ke Pondok Pesantren Bahrul Maghfiroh, Kota Malang, Jawa Timur. Namun di sela-sela perjalanan itu, tiga makam sunan dikunjungi yakni Sunan Ampel di Desa Ampel, Surabaya dan Sunan Giri serta Sunan Gresik yang keduanya berlokasi di Kota Gresik, Jawa Timur, selama tiga hari.

Rombongan berangkat dari Stasiun Gambir hari Jumat sore dengan Kereta Api Malam Bima melalui jalur selatan. Sabtu (22-3) pagi sekitar pukul 8.30 di Stasiun Gubeng, rombongan melanjutkan perjalanan ke Masjid Agung Al Akbar Surabaya. Di sana rombongan menyempatkan membersihkan diri dan salat duha, baru melanjutkan perjalanan ke Desa Ampel, Surabaya menuju Makam Sunan Ampel.

Makam Sunan Ampel tersebut berada di pinggiran Kota Surabaya di sekitar Masjid Jamik Desa Ampel. Masuk ke kompleks permakaman Sunan Ampel melalui gang selebar sekitar dua meter, hanya untuk pejalan kaki. Di kiri kanan jalan itu berjejer toko yang menjual aneka ragam makanan, juga peralatan khas Islam seperti songkok, peci, serban atau baju koko. Ada juga penjual yang menawarkan wewangian nonalkohol. "Ayo Pak, Bu, Mas, Mbak minyaknya bisa dipakai salat, tanpa alkohol. Cuma lima ribu sebotol," kata seorang pedagang minyak wangi di jalan itu.

Sebenarnya ada beberapa jalan masuk ke kompleks

Masjid Jamik yang di sekitarnya terdapat Makam Sunan Ampel. Namun hanya jalan pintu masuk utama yang besar yang banyak pedagang menjajakan kepada peziarah.

Sampai di depan Masjid Jamik, peziarah bisa salat di Masjid yang katanya dibuat oleh Sunan Ampel itu.

Rombongan kiai dari Lampung langsung menuju sumur buatan Sunan dan para santrinya dahulu untuk bersuci. Menurut warga sekitar, sumur itu tidak pernah kering walau di musim kemarau panjang sekalipun. Bahkan juga dipercaya dapat membuat orang awet muda jika minum, mandi, atau bersuci dari air di sumur itu. Makanya banyak yang membawa air ini sebagai oleh-oleh.

Kemudian rombongan bersiap ke kompleks permakamanan dan serombongan anak-anak dari warga sekitar menawari kantong plastik untuk tempat sandal sepatu. Kantong plastik itu ditawari seharga Rp500 karena ke kompleks permakaman, peziaran dilarang menggunakan alas kaki.

Dalam kompleks itu ada puluhan makam yang menyebar, tapi ada makam khusus dikelilingi pagar besi dan peziaran dilarang masuk. Menurut penjaga, itu adalah makam Sunan Ampel bersama beberapa santri setianya. Khusus untuk makam mereka, pintu pagarnya dibuka hanya sekali satu tahun menjelang bulan Ramadan buat membersihkannya. Bahkan di dalam kompleks pun peziaran dilarang mengambil foto.

Banyak sekali kelompok peziarah yang mendengungkan zikir dan bacaan Alquran. Bahkan, pengelola makam juga membangun pendopo untuk menaruh kitab Alquran dan tikar.

Ada juga beberapa tempat menaruh kitab Alquran dibuat lebih kecil yang menyebar di sekitar makam-makam di kompleks itu.

Ada juga saluran yang menyediakan air untuk minum para peziarah setelah melaksanakan amalan di kompleks pemakaman itu. Karena air minum yang disediakan berasal dari sumun buatan Sunan Ampel, tak sedikit peziarah yang membawa botol air mineral mengisinya dengan air itu. Padahal di dekat saluran air itu tertulis "Air ini bukan untuk dimasukkan ke dalam botol".

Kemudian rombongan meneruskan ziarah ke Kota Malang. Sembari mempelajari pengelolaan pondok pesantren mandiri ke Pondok Pesantren Bahrul Maghfiroh, juga menyempatkan berziarah ke makam salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Pendiri NU itu adalah K.H. Abdullah Fattah yang juga ayahanda K.H. Lukmanul Karim atau yang akrab disapa Gus Luk pemimpin pondok pesantren itu. Makam terletak di sekitar areal pondok pesantren itu. Usai salat isya, rombongan berziarah dan mengirim doa kepada penghuni makam itu dipimpin Gus Luk.

Sebelum kembali ke Lampung, Minggu (23-3), rombongan juga menyempatkan diri mengunjungi makam Sunan Giri di Desa Sidomukti, Kecamatan Kebomas, Kota Gresik. Makam Sunan Giri terletak di puncak perbukitan di desa tersebut, di mana dahulu menjadi lokasi pondok pesantrennya. Nama sebutan Sunan Giri bagi murid Sunan Ampel ini karena letak pondok pesantrennya, yakni di Giri bahasa Jawa yang artinya adalah Gunung.

Sama seperti suasana di Makam Sunan Ampel, jalan menuju Makam Sunan Giri yang bernama asli Raden Paku atau juga dikenal Raden Ainul Yaqin dipenuhi para pedagang. Untuk mencapai kompleks permakaman, peziarah harus menaiki tangga setinggi sekitar 20 meteran. Namun rasa lelah tidak terasa karena banyak orang yang melakukannya.

Begitu mencapai kompleks permakaman, semerbak wewangian memenuhi tempat itu. Di sana para peziarah juga menyempatkan doa dan membaca amalannya, ada juga yang sekadar melihat-lihat. Sementara di sebelah timur permakaman itu, terdapat pepohonan tua dengan monyet yang bergelantungan di dahannya.

Menurut warga sekitar, monyet tersebut tidak pernah menyerang pengunjung sebab menurut legenda monyet itu telah dilatih Sunan Giri sebagai pembantunya dalam mencari makanan berupa buah-buahan dahulunya. "Kalau kita melempar makanan, monyet itu akan mengambilnya," kata dia.

Setelah berpuas di Makam Sunan Giri, rombongan melanjutkan perjalanan ke makam Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim. Menurut salah satu anggota rombongan, belum lengkap ke Gresik jika belum ziarah ke Makam Maulana Malik Ibrahim, sebagi wali pertama yang membawa ajaran Islam di Pulau Jawa. Makamnya berada di desa Gapura Wetan, Kota Gresik.

Tidak seperti makam wali lainnya, makam Maulana Malik Ibrahim berada di jalan kecamatan yang cukup lebar. Bahkan orang yang berjualan di sekitar makam pun lebih sedikit. Lagipula aktivitas peziarah di kompleks permakaman itu dapat dilihat dari jalan raya. Terlihat lebih banyak pengunjung salat di masjid jamik di dalam lokasi makam, ketimbang aktivitas di makam itu.

Untuk diketahui, Maulana Malik Ibrahim merupakan keturunan ke-11 dari Husain bin Ali juga disebut Syekh Maghribi dan Makdum Ibrahim As-Samarqandy. "Lebih banyak lagi yang datang pada bulan Muharam atau Rajab kalau di sini," kata Sarmin, petugas parkir di kompleks permakaman itu.

ppbm lampung.

Rabu, 26 Maret 2008
Pemprov akan Gulirkan Pendidikan Gratis

MALANG (Lampost): Pemprov Lampung akan menggulirkan pola pendidikan gratis yang mampu menciptakan tenaga kerja terampil dan profesional.

Pola pendidikan tersebut dimulai dari pondok pesantren (ponpes) yang menciptakan sumber daya manusia (SDM) berkualitas baik intelektual maupun akhlak sehingga mampu mengontribusi besar pembangunan daerah maupun bangsa.

Untuk menggulirkan program tersebut, Pemporv telah mengirim sejumlah santri ponpes di Lampung yang berprestasi untuk nyantri di beberapa pondok modern di Pulau Jawa. Salah satunya di Ponpes Bahrul Maghfiroh, Kota Malang, Jawa Timur yang membebaskan semua biaya bagi anak didiknya. Selain santri, beberapa pengasuh ponpes juga diajak mempelajari sistem ponpes mandiri di pondok itu.

Selama dua hari, 40-an kiai yang mengasuh ponpes di Tanggamus, Lampung Timur, Lampung Tengah, Lampung Barat, Lampung Selatan, Lampung Utara, dan Tulangbawang diajak mengujungi Ponpes Bahrul Maghfiroh. Rombongan yang langsung dipimpin Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. sejak Sabtu (22-3) sampai Minggu (23-3) mengunjungi ponpes asuhan K.H. Lukmanul Karim yang akrab disapa Gus Luk.

Menurut Gubernur, pendidikan gratis memang sudah diidam-idamkan masyarakat di Lampung utamanya atau umumnya di Indonesia. Bahkan, beberapa program bantuan untuk siswa digulirkan demi menunjang program itu. Namun, program selama ini belum mampu menciptakan sumber daya manusia yang mempunyai keterampilan. "Ternyata ponpes Gus Luk dapat mewujudkan pendidikan gratis sehingga Pemprov perlu mengajak pengasuh ponpes di Lampung mencari pengalaman pengelolaannya," kata Gubernur di sela-sela jalan sehat memperingati Maulud Nabi saw., yang digelar Ponpes Bahrul Maghfiroh di alun-alun Politeknik Negeri Malang, Minggu (23-3).

Dalam penjelasannya Gus Luk mengatakan menciptakan pendidikan gratis itu mudah. Syaratnya pengelola pendidikan harus bersikap ikhlas. Dalam artian semua yang diberikan kepada santri merupakan bagian ibadahnya sebagai ulama atau orang yang berpengetahuan. Sebab, selain memberi ilmu keagamaan, ponpes-nya mengajarkan keterampilan yang dapat menjadikan santri menciptakan produk.

"Pengasuhnya juga harus mempunyai silaturahmi atau pergaulan yang luas. Selain diberi kemudahan rezeki oleh Allah juga dapat memasarkan produk anak asuhnya," kata Gus Luk yang juga putra salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU), K.H. Abdullah Fattah.

Kemudian dia mencontohkan salah seorang santrinya yang diajari ilmu agama di ponpes sembari disekolahkan di sekolah formal. Sejak awal sekolah, santrinya itu sangat sulit menerima pelajaran, tapi sangat mahir menghafal dan menulis isi Alquran. Saat waktu senggang, dia dan beberapa pengajar memberi arahan untuk dapat menulis indah ayat Alquran atau kaligrafi. "Sampai akhirnya sekarang karya kaligrafinya berharga jutaan."

ppbm malang.

Majlis Taklim dan Dzikir Bahrul Maghfiroh Gus Luqman di Betek Gang IX
13 Januari 2009.

Ada pemandangan yang berbeda di Jl Mayjen Panjaitan (Betek) Gang XI, kemarin pagi. Jalanan kampung yang sehari-harinya cukup lengang, kali ini dipenuhi ribuan manusia yang mengenakan pakaian serba putih. Mereka duduk bersila di sepanjang jalan masuk gang XI dengan tertib sembari menundukkan kepala.

Mulut ribuan jamaah yang duduk dengan khidmat itu tampak mengucapkan kalimat-kalimat istighfar. Saking khusuk dan menghayatinya kalimat-kalimat tersebut, tak jarang ada beberapa orang yang tak kuasa lagi menahan air matanya. Tangis sesenggukan terdengar lirih dari kumpulan manusia yang sedang memanjatkan ampunan pada Sang Pencipta di pagi menjelang siang itu.
Ribuan jamaah menghadiri Majlis Taklim dan Dzikir Bahrul Maghfiroh pimpinan Gus Luqman kemarin.

Ribuan jamaah menghadiri Majlis Taklim dan Dzikir Bahrul Maghfiroh pimpinan Gus Luqman kemarin. (NOER ADINDA ZAENI/MALANG POST)

Pemandangan ini merupakan bagian dari aktivitas Majlis Taklim Dan Dzikir Bahrul Maghfiroh. Baru kali pertama juga pengajian yang diikuti ribuan jamaah ini digelar di kampung dan membuat ruas jalan sepanjang 100 meter tertutup sejak pukul 09.00 hingga 11.00 WIB itu.

Menurut salah seorang panitia H Muhammad Nur, ide menggelar pengajian di tempat ini berasal dari pemilik sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Maghfiroh, Gus Luqman Al-Karim. Sebelumnya pengajian serupa juga kerap digelar namun tempatnya selalu berpindah-pindah. Gus Luqman sengaja memilih pengajian digelar di lokasi yang terbilang sempit ini karena merupakan kediaman dari orang tuanya, KH Abdullah Fatah.

“Saking ramainya jamaah yang datang, sampai-sampai kami perlu mendatangkan banser agar penyelenggaraannya aman terkendali. Sedikitnya ada 30 banser kami terjunkan. Rencananya kegiatan pengajian ini akan rutin digelar sebulan sekali di tempat yang sama,” kata pria asal Bantaran ini kepada Malang Post kemarin.

Jamaah yang menghadiri pengajian ini, lanjutnya, tidak hanya masyarakat di sekitar lokasi penyelenggaraan, tetapi juga daerah lain seperti Sudimoro, Mojosari dan Joyo Grand. Bahkan ada juga jamaah yang datang dari luar kota, seperti Surabaya, Sidoarjo dan Gresik.

“Para jamaah tidak perlu mengeluarkan uang sepeser pun untuk menghadiri pengajian ini. Semua yang datang ke pengajian hanya bondo awak thok, plus bonus pahala. Seluruh biaya transportasi maupun snack ditanggung oleh Gus Luqman. Beliau menyediakan dua bus dan dua elf untuk transportasi para jamaah,” ungkap Nur pada Malang Post, kemarin siang.

Tak hanya sekadar mengikuti pengajian tanpa mengeluarkan biaya, jamaah juga berkesempatan memenangkan hadiah umroh yang diundi langsung usai pengajian digelar. Dalam pengantarnya, Gus Luqman mengatakan, hadiah umroh ini jangan dijadikan sebagai motivasi untuk pengajian, melainkan anggap sebagai rizki dari Allah SWT.

“Niatan mengikuti pengajian harus karena Allah semata. Jangan karena ingin mendapat hadiah umroh. Saya memberikan hadiah umroh ini agar para jamaah bisa ikut merasakan berkunjung ke rumah Allah,” ujar Gus Luqman pada jamaahnya. Hadiah umroh ini akhirnya jatuh pada jamaah asal Sudimoro, Nur Khasanah. Ia akan berangkat umroh akhir Maret atau awal April mendatang bersama Gus Luqman.

Dalam pengantarnya juga, Gus Luqman menegaskan, pengajian ini tidak ditunggangi oleh satu maksud tertentu, seperti adanya kampanye parpol atau caleg. Menurutnya, pengajian ini digelar murni karena Allah. Pernyataan ini bukan sekadar omong kosong belaka. Pasalnya sudah terbukti hingga saat ini Gus Luqman tidak pernah mau terlibat dalam kegiatan politik. Padahal sudah banyak pihak yang meminta dirinya untuk bergabung dengan salah satu partai.